Peran Generasi dalam Melestarikan Budaya
PERAN GENERASI MUDA DALAM MELESTARIKAN BUDAYA SERTA UPAYA MENJAGA KEARIFAN LOKAL
A. Pengantar
Sungguh sangat memprihatinkan kondisi pemuda saat ini, adalah sebuah realita yaitu mulai menurunnya rasa kecintaan dan rasa keinginan yang dimilki oleh generasi muda untuk memajukan budaya daerah yang merupakan warisan leluhurnya sendiri. Penyakit dekadensi moral kini menyerang generasi tanpa kendali.
Kondisi seperti ini bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari di mana generasi muda sebagai cikal bakal harapan masa depan, kian akan pudar. Kondisi seperti ini apabia dibiarkan, cepat atau lambat akan berdampak luas dalam kehidupan masa depan baik generasi tua maupun muda. Kurangnya kesadaran untuk memahami budayanya sendiri akan berdampak besar, yakni hilangnya jatidiri. Fenomena ini akan menjadi bahaya laten bagi kita semua.
Pemuda adalah harapan masa depan, calon pemimpin masa depan, olehnya itu di pundak generasi mudalah nasib suatu bangsa dipertaruhkan . Suatu bangsa apa bila generasi mudanya memiliki kualitas yang unggul dan semangat yang kuat untuk memajukan budaya daerah yang didasari dengan keimanan dan akhlak mulia, maka bangsa itu akan besar.
Sesungguhnya, “ Seorang pemuda ibarat matahari yang tengah memancarkan cahaya terang dan cahaya yang paling panas” . Dari ungakapan ini kita dapat mengatakan, bahwa masa muda adalah masa kekuatan atau masa keemasan.
Namun Saat ini kita dapat melihat betapa lemahnya peran pemuda dalam menjaga dan melestarikan budaya daerah masing masing. Di sini bisa kita lihat, bahwa pemuda lebih suka mengikuti budaya modern yang kebarat-baratan dari pada budaya daerah kita yang lebih beradat dan beradab.
B. Budaya dan Kearifan Lokal
Secara umum budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia
Jadi budaya daerah adalah suatu sistem atau cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah daerah dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya daerah terbentuk dari berbagai unsur, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni serta bahasa.
Kearifan Lokal secara umum diartikan sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Ciri-cirinya adalah:
1. mampu bertahan terhadap budaya luar,
2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
3. memunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli,
4. memunyai kemampuan mengendalikan,
5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
1. mampu bertahan terhadap budaya luar,
2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
3. memunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli,
4. memunyai kemampuan mengendalikan,
5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Dengan demikian budaya dan kearifan lokal adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain.
C. Pangngadereng Sebagai Unsur Kearifan Lokal
Pangngadereng (Pancanorma) ini lahir pada masa pemerintahan Raja Bone ke-6 (1543-1568). Pada masa itu terdapat seorang cendekiawan Bugis yang bernama Lamellong. Karena atas kemampuan berpikir yang dimilikinya sehingga Raja memberi gelar “Kajao” yaitu orang cerdik/cendekia. Kajaolalliddong” yaitu cendekiawan atau orang cerdas pandai dari sebuah kampung yang bernama Lalliddong di wilayah kerajaan Bone. Sang Kajaolah yang melahirkan “Konsep Pangngadereng” yang hingga kini masih dipegang teguh oleh suku bangsa Bugis. Dengan pokok-pokok pikiran tentang hukum dan ketatanegaraan. Pokok-pokok pikiran beliau menjadi acuan bagi Raja dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan. Dalam lintasan perjalanan Kerajaan Bone dilukiskan, betapa besar jasa Lamellong dalam mempersatukan tiga Kerajaaan Bugis, yakni Bone, Soppeng, dan Wajo, dalam sebuah ikrar sumpah setia untuk saling membantu dalam hal pertahanan dan pembangunan kerajaan. Ikrar ini dikenal dengan nama “Lamumpatue” ri Timurung tahun 1582 pada masa pemerintahan La tenri Rawe BongkangngE raja Bone ke-7 (1568-1584). Dalam ikrar itu ketiga raja yakni, La Tenri Rawe BongkangngE (Bone), La Mappaleppe PatoloE (Soppeng), dan La Mungkace To Uddamang (Wajo) menandai ikrar itu dengan menenggelamkan tiga buah batu.
Pokok-pokok pikiran Lamellong yang dianjurkan kepada raja Bone ada empat hal, yakni :
1.Tidak membiarkan rakyatnya bercerai-berai;
2.Tidak memejamkan mata siang dan malam;
3. Menganalisis sebab akibat suatu tindakan sebelum dilakukan; dan
4. Raja harus mampu bertututur kata dan menjawab pertanyaan.
1.Tidak membiarkan rakyatnya bercerai-berai;
2.Tidak memejamkan mata siang dan malam;
3. Menganalisis sebab akibat suatu tindakan sebelum dilakukan; dan
4. Raja harus mampu bertututur kata dan menjawab pertanyaan.
Dalam mengimplementasikan pokok-pokok pikiran tersebut di atas sebagai unsur perekat dalam menjalankan aktivitas pemerintahan yakni :
a. Siattinglima, yakni saling berpegangan tangan
b. Sitonraola, yakni kesepakatan melalui musyawarah
c. Tessipano, yakni tidak saling menjatuhkan
d. Tessibelleang, yakni tidak saling menghianati
Kajao Lalliddong menambahkan, bahwa seorang raja dalam menjalankan roda pemerintahan harus memiliki 11 (sebelas) kriteria, antara lain raja harus bersifat :
b. Sitonraola, yakni kesepakatan melalui musyawarah
c. Tessipano, yakni tidak saling menjatuhkan
d. Tessibelleang, yakni tidak saling menghianati
Kajao Lalliddong menambahkan, bahwa seorang raja dalam menjalankan roda pemerintahan harus memiliki 11 (sebelas) kriteria, antara lain raja harus bersifat :
1.LINO (BUMI) : Mempunyai watak BUMI, yaitu seorang pemimpin hendaknya mampu melihat jauh ke depan, berwatak murah hati, suka beramal, dan senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan rakyatnya
2.LANGI (LANGIT) : Mempunyai watak LANGIT, yaitu langit mempunyai keluasan yang tak terbatas hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan pengendalian diri yang kuat, sehingga dengan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam
3.WETTUING (BINTANG) : Mempunyai watak BINTANG, yaitu bintang senantiasa mempunyai tempat yang tetap di langit sehingga dapat menjadi pedoman arah (Kompas). Seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan rakyat kebanyakan tidak ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan.
4.MATAESSO (MATAHARI) :Mempunyai watak MATAHARI, yaitu matahari adalah sumber dari segala kehidupan, yang membuat semua mahluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin hendaknya mampu mendorong dan menumbuhkan daya hidup rakyatnya untuk membangun negara dengan memberikan bekal lahir dan batin untuk dapat berkarya dan memamfaatkan cipta, rasa, dan karsanya.
5.KETENG (BULAN) : Mempunyai watak BULAN, yaitu keberadaan bulan senantiasa menerangi kegelapan malam dan menumbuhkan harapan sejuk yang indah mempesona. Artinya, Seorang pemimpin hendaknya sanggup dan dapat memberikan dorongan serta mampu membangkitkan semangat rakyatnya, ketika rakyat sedang menderita kesulitan. Ketika rakyatnya sedang susah maka pemimpin harus berada di depan dan ketika rakyatnya senang pemimpin berada di belakang.
6.ANGING (ANGIN) : Mempunyai watak ANGIN, yaitu angin selalu berada disegala tempat tanpa membedakan daratan tinggi dan daratan rendah ataupun ngarai. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyatnya, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, hingga secara langsung mengetahui keadaan & keinginan rakyatnya.
7.WARA API (API) : Mempunyai watak API, yaitu api mempunyai kemampuan untuk membakar habis dan menghancurleburkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Artinya, Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan hukum dan kebenaran secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu.
8.TANA (TANAH) : Mempunyai watak TANAH, yaitu tanah merupakan dasar berpijak dan rela dirinya ditumbuhi. Artinya, Seorang pemimpin harus menjadikan dirinya sebagai penyubur kehidupan rakyatnya dan tidak tidur memikirkan kesejahteraan rakyatnya.
9.RAUKKAJU (TUMBUHAN) : Mempunyai watak TUMBUHAN, yaitu tumbuhan/tanaman memberikan hasil yang bermamfaat dan rela dirinya dipetik baik daun,dan buahnya maupun bunganya demi kepentingan mahluk lainnya.
10.TASI’ (LAUT LUAS) : Mempunyai watak SAMUDERA, yaitu laut, betapapun luasnya, senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan bersifat sejuk menyegarkan. Artinya, Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua rakyatnya pada derajat dan martabat yang sama di hatinya. Dengan demikian ia dapat berlaku adil, bijaksana dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.
11.SAO/BOLA (RUMAH) : Mempunyai watak RUMAH, yaitu rumah senantiasa menyiapkan dirinya dijadikan sebagai tempat berteduh baik siang maupun malam. Artinya, Seorang pemimpin harus memayungi dan melindungi seluruh rakyatnya.
Implementasi kesebelas kriteria di atas, menurut ajaran Lamellong Kajao Lalliddong mengenai pelaksanaan pemerintahan dan kemasyarakatan yang disebut “Inangna Warangparangnge” yaitu sumber kekayaan, kemakmuran, dan keadilan antara lain :
1. Perhatian Raja terhadap rakyatnya harus lebih besar dari pada perhatian terhadap dirinya sendiri;
2. Raja harus memiliki kecerdasan yang mampu menerima serta melayani orang banyak;
3. Raja harus jujur dalam segala tindakan.
2. Raja harus memiliki kecerdasan yang mampu menerima serta melayani orang banyak;
3. Raja harus jujur dalam segala tindakan.
Tiga faktor utama yang ditekankan Kajao dalam pelaksanaan pemerintahan, merupakan ciri demokratisasi yang membatasi kekuasaan raja, sehingga raja tidak dapat bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan norma/aturan yang telah ditetapkan. Tentang pembatasan kekuasaan, dalam Lontara’ disebutkan, bahwa Arung Mangkau berkewajiban untuk menghormati hak-hak orang banyak. Perhatian raja harus sepenuhnya diarahkan kepada kepentingan rakyat sesuai amanah yang telah dipercayakan kepadanya.
Dari pokok-pokok pikiran Kajao Lalliddong tersebut di atas, maka kelima butir Pangngadereng (Pancanorma) yang dimaksud adalah :
1. Ade
2. Bicara
3. Rapang
4. Wari
5. Sara
1. ADE’
2. Bicara
3. Rapang
4. Wari
5. Sara
1. ADE’
Ade merupakan komponen pangngadereng yang memuat aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat. Ade’ sebagai pranata sosial didalamnya terkandung beberapa unsur antara lain :
a. Ade’ pura Onro, yaitu norma yang bersifat permanen atau menetap dengan sukar untuk diubah.
b. Ade’ Abiasang, yaitu sistem kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dianggap tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.
c. Ade’ Maraja, yaitu sistem norma baru yang muncul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
2.BICARA
Bicara adalah aturan-aturan peradilan dalam arti luas. Bicara lebih bersifat refresif, menyelesaikan sengketa yang mengarah kepada keadilan dalam arti peradilan bicara senantiasa berpijak kepada objektivitas, tidak berat sebelah. (Narekko naenrekini warang-parang pabbicarae, lenynye’nitu mennang riyasengnge Tongeng)
3.RAPANG
Rapang adalah aturan yang ditetapkan setelah membandingkan dengan keputusan-keputusan terdahulu atau membandingkan dengan keputusan adat yang berlaku di negeri tetangga.
4.WARI
Wari adalah suatu sistem yang mengatur tentang batas-batas kewenangan dalam masyarakat, membedakan antara satu dengan yang lainnya dengan ruang lingkup penataan sistem kemasyarakatan, hak, dan kewajiban setiap orang berdasarkan kemampuan dan kecakapan yang dimiliki.
5.SARA
Sara adalah suatu sistem yang mengatur dimana seorang raja dalam menjalankan roda pemerintahannya harus bersandar kepada Dewatae (Tuhan yang Maha Esa)
Dengan demikian ajaran Kajao Lalliddong tentang hukum yang mengatur kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kominitas dalam wilayah kerajaan, dengan ditambahkannya komponen sara diatas menjadi semakin lengkap dan sempurna. Ajaran Kajao ini selanjutnya menjadi pegangan bagi kerajaan-kerajaan Bugis yang ada di Sulawesi Selatan.
Oleh karena itu, “Pangngadereng” yang merupakan ajaran Kajao Lalliddong ini telah memberi warna tersendiri terhadap budaya masyarakat Bugis, sekaligus salah satu unsur pembeda dengan suku-suku lain yang mendiami nusantara ini.
Itulah kelima butir tatanan dalam konteks kesukuan bagi suku bangsa Bugis yang menjadi dasar dalam menjalankan roda pemerintahan bagi kerajaan-kerajaan Bugis.
Dikalangan suku Bugis dikenal istilah “Paseng dan Pangaja”. Paseng (Petuah) adalah sesuatu pesan yang berlaku pada masa dulu, kini, dan akan datang. Sedang Pangaja (Nasihat) adalah suatu pesan yang lahir setelah seseorang melakukan perbuatan yang dianggap bertentangan dengan norma yang berlaku. Paseng atau petuah yang dimaksud adalah :
1) Lempu / Kejujuran :
2) Getteng / Prinsip
3) Sipakatau / Manusiawi
4) Mappesona ri Dewatae / Bersandar kepada Allah
2) Getteng / Prinsip
3) Sipakatau / Manusiawi
4) Mappesona ri Dewatae / Bersandar kepada Allah
Konsep Pangngadereng inilah merupakan simbol ruh yang merangkum kepribadian suku Bugis Bone dimasa lalu. Pertanyaannya, Akankah ruh-ruh luhur itu akan kembali menghias Tanah Bone Bumi Arung Palakka? Karena sekarang ini ruh-ruh itu berada di pojok-pojok yang sepi?.
D. Penutup
Pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan budaya daerah. Dalam konteks keberlanjutan budaya apabila pemuda sudah tidak lagi peduli terhadap budaya daerahnya maka budaya tersebut akan mati. Namun jika pemudanya memilki kecintaan dan mau ikut serta dalam melestarikan budaya daerahnya budaya tersebut akan tetap ada disetiap generasi.
Pemuda juga harus menjadi aktor terdepan dalam memajukan budaya daerah, sehingga budaya asing yang masuk yang ke daerah tidak merusak atau mematikan budaya daerah tersebut.
Besarnya pengaruh budaya asing terhadap budaya daerah ini yang membuat para pemuda yang peduli terhadap budaya daerahnya harus bekerja keras dan memfilter setiap budaya yang masuk ke daerah. Jangan sampai pemuda lengah dan bahkan mengikuti budaya budaya yang bertentangan dengan budaya daerahnya.
Setidaknya ada beberapa peran pemuda dalam memajukan budaya daerah ,diantaranya :
a. Memperkuat Akidah
Akidah merupakan pondasi dasar yang harus dimiliki oleh para pemuda untuk meneruskan nilai budaya luhur bangsa Indonesia. Kuat dan tidaknya pondasih ini juga akan menetukan seberapa kuat character suatu bangsa.
Bila para pemudanya sudah tidak memiliki jatidiri yang kuat maka budaya asing pun akan mudah dengan leluasanya menggeser budaya suatu daerah.dan sebaliknya jika suatu daerah memiliki jatidiri yang kuat maka akan sangat sulit budaya asing untuk bisa masuk, apalagi mengantikan buadaya daerah tersebut.
Maka dari itu pemuda seharusnya lebih menguatkan jatidiri dan kecintaanya pada suatu budaya yang akan mereka warisi nantinya.
b. Meningkatkan Intelektualitas
Intelektualitas menjadi sesuatu yang di anggap penting karena melalui intelektualitas ini para pemuda bisa menyelamatkan memajukan budaya daerah di mana mereka tinggal dan melalui intelektualitas ini akan lahir moral dan etika serta menjunjung tinggi nilai nilai suatu budaya.
Keluasan ilmu pengetahuan juga bisa dijadikan sebagai jalan untuk mebangun negeri ini , sehingga dengan keluasan ilmu tersebut para pemuda bisa memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat dan menjadi pilter masuknya budaya asing ke daerah masing-masing.
Penyebaran budaya asing yang semakin hari semakin memprihatinkan saat ini, yang mulai mengikis nilai-nilai budaya daerah seharusnya menjadi perhatian yang serius bagi kalangan intelektual muda.
Kecenderungan kepada budaya asing yang melanda generasi muda indonesia mestinya bisa di tanggulangi dengan ilmu dan pembelajaran budaya daerah yang mengadung nilai-nilai luhur dimasanya termasuk penerapan muatan lokal di tingkat pendidikan..
c. Pemuda sebagai aset masa depan
Sudah selayaknya dan sudah menjadi kewajiban kita para pemuda untuk terus berusaha dan berupaya untuk terus melestarikan peninggalan sejarah nenek moyang kita yang telah ditinggalkan dalam bentuk budaya maupun bentuk bangunan bersejarah.
Sebagai generasi penerus sudah seharusnya jika para pemuda menggali potensi dirinya dan berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan daerah yang sebagian besar sudah tergeserkan oleh nilai budaya asing yang secara nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah kita.
Pemuda sebagai aset penerus eksistensi budaya daerah sudah menjadi kewajiban baginya untuk berusaha dan berupaya untuk melestarikan kebudayaan daerah yang sebagian sudah hamper punah, sehingga kebudayaan yang hampir punah itu bisa dibangkitkan lagi..
Kecintaan kita pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya daerah serta bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan prasarana agar terwujudnya kelestarian budaya daerah tersebut.
Dengan berdirinya kelompok sanggar muda tersebut diharapakan dapat melestarikan budaya daerah yang ada dan menumbuhkan kecintaan serta kesadaran generasi muda akan pentingya untuk melestarikan budaya daerahnya.
Sehingga apa yang menjadi tradisi dan khasan suatu daerah akan tetap ada dan kejayaan dimasa lalu menjadi sejarah tersendiri yang bisa dibanggakan di oleh generasi penerusnya kelak.
d. Kesadaran Melestarikan Budaya
Sesungguhnya, “Melestarikan suatu budaya lebih sulit dari pada membuat budaya yang baru”, demikian ungkpan orang bijak. Tapi itulah kenyataanya saat ini yang terjadi kita lebih sulit mempelajari budaya daerah yang tak lain milik kita sendiri. Konsisi seperti ini bisa kita lihat begitu banyak anak muda kita yang lebih hapal lagu lagu barat ketimbang lagu daerah seperti lagu Ongkona Bone, Ininnawa sabbarae, dan lain sebagainya, Nah disinilah peran penting para pemuda untuk menyelamatkan serta melestarikan budaya daerah yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat saat ini.
Sejatinya, kesadaran untuk melestarikan budaya daerah ini idealnya memang harus dimulai dari para pemuda, karena di pundaknyalah ada potensi besar yang perlu mendapat motivasi dari berbagai pihak.
(Sumber : Teluk Bone)
Post a Comment